Pasalnya kelas menengah memiliki ekonomi yang tidak stabil. Ketika finansial sedang terpuruk dan berharap dapat bantuan dari pemerintah, saudara atau orang lain seringkali mereka beranggapan tidak perlu dibantu.
Misal: saat tidak punya uang sepersen pun, inisiatif minta bantuan ke pemerintah seperti bantuan dana bos atau sejenisnya. Nah, kalangan kelas menengah akan disurvei. Ternyata tidak layak dapat bantuan. Alhasil, orang kalangan menengah harus berpikir bagaimana caranya untuk dapat penghasilan. Sudah mencari ke sana ke mari tapi tetap saja hasil yang didapat tidak sesuai ekspektasi atau receh.
Bahkan ketika pinjam ke orang pun, tidak banyak yang mau meminjamkan uang padanya.
Orang yang berada di kalangan menengah ini sering dianggap punya banyak uang, hanya karena jarang mengeluh soal ekonomi. Padahal sebenarnya orang tersebut juga ingin mengeluh, hanya saja dia berpikir bahwa apa gunanya mengeluh kepada orang-orang yang masih mempermasalahkan ekonomi. Realitanya bukan dapat solusi, malah saling adu nasib.
Orang-orang di kalangan menengah itu bermacam-macam jenisnya. Ada yang penghasilannya pas-pasan dan gaya hidupnya juga sederhana atau pas-pasan. Bahkan kadang makanpun mengandalkan dari datang ke acara tertentu yang menyediakan hidangan. Dia berperilaku demikian karena uangnya bisa digunakan untuk kepentingan lain yang mendesak.
Misal: seorang pedagang makanan kecil-kecilan yang penghasilannya 50-70ribuan per 5 hari. Penghasilan itu tidak pasti, kadang pernah juga merasakan penghasilan kurang dari 50ribu per 5 hari. Di satu sisi masih harus bayar beberapa tagihan retribusi, listrik, dan sejenisnya, bahkan sampai harus nunggak karena baru bisa untuk memenuhi kebutuhan pokok dan harus ada uang untuk modal membeli stock makanan.
Belum lagi adanya pajak motor, PBB dan sebagainya yang menghantui.
Di belahan dunia lain, ada juga kelas menengah yang penghasilannya pas-pasan tapi gaya hidupnya hedonisme atau bermewah-mewahan. Kategori kelas menengah ini tidak dibantu, sebenarnya tidak masalah. Berarti yang perlu diubah adalah gaya hidupnya.
Misal: si C punya gaji 2 juta 500 untuk makan dan bayar tagihan sebenarnya cukup. Namun dia lebih mementingkan nongkrong di luar, makan enak bersama teman-temannya, beli tas dan skin care mahal, hura-hura yang dibalut self love. Ternyata gaya hidupnya ini membuat dirinya merasa tidak cukup, bahkan sampai terjerat hutang.
Buah Simalakama bagi orang-orang di kalangan menengah ini. Hati dan pikiran manusia tidak ada yang tahu. Kadang survei juga tidak sesuai dengan kenyataan.
Ada orang yang sebenarnya butuh dibantu untuk suntikan modal tapi malah dapat pandangan dikira "orang kaya". Sedangkan orang lain yang gaya hidupnya tinggi dan sering mengeluh soal ekonomi, lebih bisa mendapatkan empati + simpati sehingga membuatnya dapat pundi-pundi rupiah dengan mudah.
Dari sisi orang yang ingin membantu mungkin juga bingung. Bagaimana dia bisa menilai seseorang butuh bantuan atau tidak. Bahkan ada orang tidak minta bantuan tapi kenyataannya sangat membutuhkan bantuan. Begitu juga sebaliknya.
Di tengah cari marut ekonomi saat ini, semoga aja semua orang bisa bertemu solusinya masing-masing.