Sunday, 25 September 2016

Pergolakan Batin

merenung via beritahati.com

Menunggu adalah aktivitas menyebalkan bagi kebanyakan orang, terkecuali manusia satu ini lebih suka melakukannya. Hobi baruku memang terbilang aneh, tidak biasa ada orang dengan sabar menunggu tanpa terbesit rasa kesal. Mengapa aku bisa demikian? Entahlah, semakin ku telusuri malah membuatku bertambah penat. Akhirnya aku mengiyakan takdir yang diberikan Tuhan. Anggap saja itu suatu kelebihan!

Benarkah? Mulailah batinku terusik. Alih-alih memandang perihal tersebut sebagai kelebihan, diriku malah memberi kesan 'lamban'. Banyak orang bilang bahwa pembawaanku terlalu 'santai'. Jika mau diperhalus lagi bahasanya, aku dapat julukan 'si pemalas'. Ku terima 'label' secara ikhlas karena tak ada hal menarik dalam kehidupanku.

Aku sudah tidak membakar semangat seperti waktu masih duduk di bangku akademisi. Seolah-olah kayu bakar sudah ku habiskan semasa itu. Sekarang aku melihat abu sisa-sisa semangat tepat di depan mataku. Apakah aku bisa memanfaatkannya untuk memperbaiki masa depan? Aku tak punya gambaran jelas! Ketidakpastian merupakan hal yang membuat ku tenang sekaligus tegang. Otakku dapat berlari ke sana ke mari, menari serta melukiskan ide-ide di atas imajinasi. Di sisi lain, aku juga dihadapkan sebuah realita pahit. Dia konsisten menghantui ku di sela-sela aktivitasku. Sesekali aku mengelabuhi pikiranku guna menghibur diri. Hasilnya tetaplah nihil!

Akhirnya aku memilih menunggu sesabar mungkin hingga keajaiban berpihak padaku. Meski tampak mustahil ketika mengingat usaha ku di dunia nyata tak berbuah sedikitpun. Kini aku berusaha sebisa mungkin melawan 'virus' yang lama bersarang akibat ritual 'menunggu'. Ditambah lagi pemikiranku telah dikepung oleh prasangka negatif sehingga ragaku sulit melangkah. Berbagai peluang menampakkan dirinya tapi aku terus tenggelam dalam lautan kegelapan.

Aku menyadari sikapku terlampau pasif. Enggan bergerak dan begitu menikmati fenomena kehidupan bak penonton bioskop. Menurutku lebih menyenangkan melihat kehidupan orang lain daripada harus berperan menjadi pemain figuran yang sering terlupakan. Gerakan mereka tampak indah, profesional dan tentunya elegan. Aku bertanya-tanya, apakah hidupku ditakdirkan sebagai seorang penonton?

Otakku mengobrak-abrik kenangan masa lalu saat berkeinginan menggapai impian. Bukan saatnya aku menyerah pada kenyataan. Sesungguhnya seluruh manusia di muka bumi ini memang sedang 'menunggu'. Mereka mencoba menikmati proses penantian panjang dengan catatan "Pulang harus bawa oleh-oleh". Yap.. bekal yang akan manusia suguhkan kepada Tuhan, yaitu berupa amal kebaikan.

spirit via oddities123.com

Pertarungan antara pikiran negatif dan pikiran positif selalu ada dalam menjalani kehidupan. Jika sewaktu-waktu dunia membuatmu menyerah, maka bersikaplah pasrah. Bukan berarti kamu menunggu tanpa adanya usaha. Manusia berusaha sedangkan penentuan akhir berada di tangan Tuhan. Alangkah lebih baiknya jika tidak tergesa-gesa mengakhiri hidup hanya karena realita tak sesuai ekspetasi.

Cukup sekian dulu sobat blogger. Terlepas dari tulisan di atas itu curhatan fiksi atau bukan, semoga bisa bermanfaat :)

No comments:

Post a Comment