Berbicara mengenai rejeki erat kaitannya dengan banyak harta, uang berlimpah, rumah mewah, mobil mahal dan sejenisnya. Namun seringkali kita mengabaikan rejeki yang sebenarnya sudah melekat pada diri kita sendiri. Sebagian mungkin tidak sadar bahwa bisa bernafas dengan lega, itupun juga merupakan satu nikmat.
Seringkali hidup itu ibarat "Sawang Sinawang" dalam bahasa Jawa, artinya "Pandang-Memandang". Membandingkan kenikmatan orang lain dengan apa yang tidak dimiliki diri sendiri adalah celah terbukanya kufur nikmat. Alhasil diri ini merasa kurang beruntung, tidak bersyukur, selalu ada perasaan 'kurang' secara terus menerus.
Ketika seseorang berada di atas, hal yang membuat lalai kadang diantara kita timbul rasa sombong, merendahkan orang lain, merasa selalu benar, mencela dan sebagainya. Padahal melihat nasib orang di bawah kita, bisa jadi pelajaran, bahan renungan serta membuat kita lebih rendah hati, bersyukur dan koreksi diri.
Nikmat rejeki yang sering kita sepelekan adalah
1. Nikmat Sehat.
Hal ini baru kita sadari saat datang waktu sakit. Kesehatan yang tidak disertai iman atau kesadaran diri, membuat kita larut dalam kesibukan mengejar ambisi. Tak jarang fisik menjadi korban lantaran kurang mendapat perhatian.
Atas asas membahagiakan/ keegoisan diri, kita lupa bahwa tubuh perlu istirahat serta asupan gizi untuk tetap dalam kondisi bugar. Beri hak pada fisik, boleh sesekali istirahat di kala lelah menyerang.
Mungkin ada beberapa orang sulit mendapatkan waktu istirahat atau memikirkan keadaan fisik. Sebaiknya mulai sedikir demi sedikit mengenal diri dan meminimalisir hawa nafsu. Misal: berlatih puasa selama tidak ada pantangan/ memiliki riwayat penyakit tertentu.
2. Nikmat Waktu Luang.
Terlihat sepele tapi sebenarnya banyak orang terlena akan nikmat satu ini. Apalagi sekarang muncul beragam platform sosial media yang mudah sekali membuat seseorang menguras waktu luangnya. Scroll sosmed sampai tidak sadar sudah berjam-jam menatap layar gadget. Di satu sisi ada pula aktivitas bengong dan rebahan berdurasi panjang hingga melewatkan waktu begitu saja.
Sadar diri sendiri masih sering melakukannya.
3. Nikmat Iman.
Nikmat iman di tengah kesibukan dunia nan penuh persaingan menjadi semakin langka. Maka hendaknya senantiasa bersyukur apabila detik ini masih ada iman dalam jiwa kita.
Nah, momen Ramadhan adalah momen tepat untuk meningkatkan keimanan. Bulan penuh berkah, bulan istimewa karena Allah menjanjikan pahala berlipat ganda di setiap amal kebaikan dan ibadah kita yang ikhlas Lillahi Ta'ala.
Ramadhan tidak hanya identik dengan Syiam (puasa) tapi juga disertai aktivitas Qiyam (sholat malam). Orang yang benar-benar memanfaatkan momentum tersebut guna meningkatkan ketaqwaan, maka hal tersebut akan memberi pengaruh pada bulan-bulan berikutnya. Tidak jarang orang berhijrah ketika menyelami bulan Ramadhan. Hijrah: seseorang semakin memperbaiki diri plua memperdalam ilmu syar'i.
Dalam suatu riwayat, "Sungguh rugi orang yang bertemu bulan Ramadhan tapi tidak mendapatkan apapun kecuali lapar dan dahaga, sekaligus tidak diampuni dosa-dosanya".
Ibaratnya bulan Ramadhan ini seperti THR dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Tunjangan Hari Ramadhan bisa didapat dengan senantiasa menjaga iman, amal soleh, memperbanyak ibadah, berdzikir dan menjauh segala larangan-Nya.
Hidup yang seimbang, butuh istirahat, hiburan dan datang ke kajian menimba ilmu syari'at. Ada beberapa kebahagiaan dengan tingkat level masing-masing. Level paling bawah adalah definisi kebahagiaan akan kecukupan harta, berlanjut ke level 2: rasa syukur, level 3: pahlawan dan level terakhir adalah puncak kebahagiaan yaitu Surga.
Cukup sekian dulu ya,,, kalau ada waktu, mungkin bakal disambung lagi artikel hari ini...
Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini... Semoga lancar dalam menjalankan ibadah puasa, tetap istiqomah dan dipertemukan Ramadhan tahun depan...
Aamiin...
No comments:
Post a Comment