Hoam.. malam sudah selarut ini. Niatnya browsing buat tugas .. eh tiba-tiba nemu artikel bagus dari Hipwee. Akhirnya ku memutuskan untuk segera menuliskan "hal menarik" ini sebelum lenyap dari dalam pikiranku.
Awalnya ku tidak tahu apa itu Hyper Sensitive Person (HSP). Setelah baca dari awal hingga akhir, ternyata sejak kecil hingga kuliah semester 2, diriku mengidap HSP. Saat itu ku mencoba untuk menghilangkan rasa sensitive tapi tetap saja tidak bisa. Disamping itu paling parah lagi, sulit mengungkapkan perasaan dan pikiran karena selalu memikirkan orang lain.
Aku masih ingat ketika tidak bisa menuangkan segala curahan hati serta pikiran, rasanya hatiku sesak dan pikiranku penuh (hampir mau meledak tapi seperti ada yang menghalangi). Pengalaman ini , aku dapatkan semasa TK. Hingga suatu hari, ku menemukan sebuah sarana terbaik agar dapat menuangkan segalanya melalui goresan pensil alias menggambar. Semenjak itu, ku mulai rajin corat-coret gak jelas (yang penting bisa lega sedikit). Dari kecil memang suka sesuatu yang berkaitan dengan seni, entah itu seni rupa, seni musik, teater dan sebagainya. Menurutku seni adalah sarana paling tepat untuk berekpresi.
Terkadang apa yang aku katakan, sulit dicerna orang lain. Bahkan disaat ku mencoba menjelaskan panjang lebar tentang apa yang ku mengerti, mereka hanya bilang "oh" dengan raut wajah meragukan. Bahasa tubuh memang bukan hal asing bagiku, dilihat dari gerak, aura dan sorotan mata bisa mengenali apa yang dirasakan seseorang.
Selain itu ikatan emosi dengan orang-orang terdekat (bahkan belum terlalu kenal sekalipun) bisa membuatku merasakan firasat yang akan terjadi pada orang tersebut. Misalnya saat kuliah semester awal, aku merasakan sesuatu yang tidak enak akan terjadi menjelang perkuliahan. Aku merasakannya ketika berada di perempatan lalu lintas. Selang beberapa jam kemudian, aku mendengar kabar jika teman satu jurusan mengalami kecelakan di daerah itu. Namun pada waktu itu, aku hanya mengira sebuah kebetulan.
Ikatan emosi juga membawa jiwa dan raga ini untuk selalu memikirkan orang lain (meskipun pada dasarnya kita tidak sepenuhnya bisa membahagiakan orang lain). Aku ingin bisa terus melihat senyuman orang-orang di sekitarku sebab kebahagiaan mereka adalah kebahagiaanku juga.
Hal paling fatal yaitu melibatkan semua orang dalam mengambil keputusan alhasil sering ragu-ragu dan berpikir lama. Aku merasa loading lama, takut dibenci orang serta takut salah jika tidak sesuai harapan.
Aku tidak nyaman dengan suara yang terlalu keras, bising, serta ruangan yang terlalu terang.
Bertemu dengan orang lain membuatku lelah sehingga aku perlu banyak waktu untuk menyendiri. Contohnya aja, setiap pergi ke sekolah, ditambah lagi ikut ektrakulikuler. Rasanya lelah banget dan ingin cepat pulang. Setiap kali pergi ke luar , selalu berharap untuk segera pulang.
Dalam hal komunikasi, setiap mau ngomong, dipikir dulu kira-kira bakal nyakitin orang atau nggak. Dianalisis skenario dari awal hingga akhir. Jika melenceng dari skenario maka dapat dipastikan menjadi beban pikiran selama berhari-hari -_-. Oleh karena itu, diriku terkesan pendiam di mata orang lain.
Suatu hal pasti ada sisi negatif dan sisi positifnya. Seorang HSP memang tidak melulu menderita, terdapat masa-masa tertentu yang bisa membuatnya bahagia. Kebahagiaan itu secara kasat mata tampak sederhana namun bagiku sangatlah menkjubkan. Nikmatnya iman melebihi dunia dan seisinya, bahkan tak ternilai harganya. Hati terasa sejuk dan tenang. Perasaan ini berbeda dengan perasaan senang pada umumnya. Efeknya sampai berpengaruh ke bunga tidur dan realita saat itu juga.
HSP tidaklah buruk karena bisa peka terhadap orang lain dan lingkungan di sekitarnya sehingga tidak mudah ditipu. Hanya saja tingkat sensitif jika terlalu tinggi juga tidak baik, bisa membuat diri sesorang mudah strees atau depresi.
Sekarang aku mulai menguranginya sedikit demi sedikit dengan beberapa cara. Aku bilang kepada diri sendiri bahwa kenyataanya kita tidak dapat membahagiakan semua orang, lakukan yang terbaik apa yang menurutmu benar. Sekarang rasa sensitif tersebut mulai sedikit hilang. Kalau dahulu, setiap perkataan orang langsung dimasukkan ke hati tapi sekarang mulai disaring, walaupun terkadang sensitif datang tiba-tiba bagaikan angin.
Berikan asupan positif pada diri sendiri supaya aktivitas sehari-hari bisa berjalan lancar. Jika aura positif sudah terbentuk, maka raga ini akan mudah dikendalikan. Ditambah lagi, dekatkan diri kepada Sang Ilahi, agar setiap langkah kehidupan semakin berarti.
Awalnya ku tidak tahu apa itu Hyper Sensitive Person (HSP). Setelah baca dari awal hingga akhir, ternyata sejak kecil hingga kuliah semester 2, diriku mengidap HSP. Saat itu ku mencoba untuk menghilangkan rasa sensitive tapi tetap saja tidak bisa. Disamping itu paling parah lagi, sulit mengungkapkan perasaan dan pikiran karena selalu memikirkan orang lain.
Terkadang apa yang aku katakan, sulit dicerna orang lain. Bahkan disaat ku mencoba menjelaskan panjang lebar tentang apa yang ku mengerti, mereka hanya bilang "oh" dengan raut wajah meragukan. Bahasa tubuh memang bukan hal asing bagiku, dilihat dari gerak, aura dan sorotan mata bisa mengenali apa yang dirasakan seseorang.
Selain itu ikatan emosi dengan orang-orang terdekat (bahkan belum terlalu kenal sekalipun) bisa membuatku merasakan firasat yang akan terjadi pada orang tersebut. Misalnya saat kuliah semester awal, aku merasakan sesuatu yang tidak enak akan terjadi menjelang perkuliahan. Aku merasakannya ketika berada di perempatan lalu lintas. Selang beberapa jam kemudian, aku mendengar kabar jika teman satu jurusan mengalami kecelakan di daerah itu. Namun pada waktu itu, aku hanya mengira sebuah kebetulan.
Ikatan emosi juga membawa jiwa dan raga ini untuk selalu memikirkan orang lain (meskipun pada dasarnya kita tidak sepenuhnya bisa membahagiakan orang lain). Aku ingin bisa terus melihat senyuman orang-orang di sekitarku sebab kebahagiaan mereka adalah kebahagiaanku juga.
Hal paling fatal yaitu melibatkan semua orang dalam mengambil keputusan alhasil sering ragu-ragu dan berpikir lama. Aku merasa loading lama, takut dibenci orang serta takut salah jika tidak sesuai harapan.
Aku tidak nyaman dengan suara yang terlalu keras, bising, serta ruangan yang terlalu terang.
Bertemu dengan orang lain membuatku lelah sehingga aku perlu banyak waktu untuk menyendiri. Contohnya aja, setiap pergi ke sekolah, ditambah lagi ikut ektrakulikuler. Rasanya lelah banget dan ingin cepat pulang. Setiap kali pergi ke luar , selalu berharap untuk segera pulang.
Dalam hal komunikasi, setiap mau ngomong, dipikir dulu kira-kira bakal nyakitin orang atau nggak. Dianalisis skenario dari awal hingga akhir. Jika melenceng dari skenario maka dapat dipastikan menjadi beban pikiran selama berhari-hari -_-. Oleh karena itu, diriku terkesan pendiam di mata orang lain.
Suatu hal pasti ada sisi negatif dan sisi positifnya. Seorang HSP memang tidak melulu menderita, terdapat masa-masa tertentu yang bisa membuatnya bahagia. Kebahagiaan itu secara kasat mata tampak sederhana namun bagiku sangatlah menkjubkan. Nikmatnya iman melebihi dunia dan seisinya, bahkan tak ternilai harganya. Hati terasa sejuk dan tenang. Perasaan ini berbeda dengan perasaan senang pada umumnya. Efeknya sampai berpengaruh ke bunga tidur dan realita saat itu juga.
HSP tidaklah buruk karena bisa peka terhadap orang lain dan lingkungan di sekitarnya sehingga tidak mudah ditipu. Hanya saja tingkat sensitif jika terlalu tinggi juga tidak baik, bisa membuat diri sesorang mudah strees atau depresi.
Sekarang aku mulai menguranginya sedikit demi sedikit dengan beberapa cara. Aku bilang kepada diri sendiri bahwa kenyataanya kita tidak dapat membahagiakan semua orang, lakukan yang terbaik apa yang menurutmu benar. Sekarang rasa sensitif tersebut mulai sedikit hilang. Kalau dahulu, setiap perkataan orang langsung dimasukkan ke hati tapi sekarang mulai disaring, walaupun terkadang sensitif datang tiba-tiba bagaikan angin.
Berikan asupan positif pada diri sendiri supaya aktivitas sehari-hari bisa berjalan lancar. Jika aura positif sudah terbentuk, maka raga ini akan mudah dikendalikan. Ditambah lagi, dekatkan diri kepada Sang Ilahi, agar setiap langkah kehidupan semakin berarti.
No comments:
Post a Comment