Sunday, 21 September 2014

Penerapan Estetika Dalam Merancang Nirmana



A.    Pendahuluan
 Dalam merancang sebuah karya seni , kita tidak lepas dari unsur estetika. Karya seni akan terlihat menarik apabila perpaduan antar komposisi yang tepat dari sudut pandang tertentu.
Memandang estetika sebagai suatu filsafat, hakikatnya telah menempatkannya pada satu titik dikotomis antara realitas dan abstraksi, antara keindahan dan makna. Estetika tidak lagi menyimak keindahan dalam pengertian konvensional. Melainkan telah bergeser ke arah sebuah wacana dan fenomena. Estetika dalam karya seni modern, jika didekatkan melaui pemahaman filsafat seni yang merujuk pada konsep-konsep keindahan zaman Yunani atau abad pertengahan, akan mengalami pemiuhan perseptual karena estetika bukan hanya simbolisasi dan makna, melainkan juga daya.
Estetika merupakan suatu telaah yang berkaitan dengan penciptaan, apresiasi, dan kritik terhadap karya sni dalam konteks kerterkaitan seni dengan kegiatan manusia dan peranan seni dalam perubahan dunia (van Mater Ames, Colliers Encyclopedia, vol. 1).

Pandangan – pandangan mengenai estetika berubah seiring dengan perkembangan zaman. Pandangan bahwa estetika hanya mengkaji segala sesuatu yang indah (cantik dan gaya seni), telah lama dikoreksi, karena terdapat kecenderungan karya-karya seni modern tidak lagi memberikan kecantikan seperti zaman Romantik atau Klasik, tapi lebih pada makna dan aksi mental. Di akhir abad ke-20, pandangan-pandangan mengenai estetika mengalami rekontruksi dan penyegaran-penyegaran baru ketika filsafat Posmodern berkembang sejalan wacana kaum Postrukturalis.
Dalam wacana posmodern, karya seni tidak lagi dipandang sebagai karya artistik, tetapi dipandang dari tanda, jejak, dan makna. Dengan demikian kajian-kajian estetika pun meluas, tidak sebatas pada artifak yang disepakati sebagai suatu karya seni, tetapi pada suatu artifak yang mengandung makna. Objek dari bagian estetika yaitu fernomena alam, karya dseni, karya desain, filsafat seni, proses kreatif (pengalaman estetis). 
Pada wacana dunia kesenirupaan dan budaya benda, pembicaraan estetika yang penting adalah mengupas simbolisme. Hal itu karena manusia bukan saja sebagai makhluk pembuat alat, melainkan juga sebagai makhluk pembuat simbol melalui bahasa-bahasa visual.
Semua hasil karya manusia setidaknya memiliki nilai keindahan walau sekecil apapun nilai keindahannya. Mulai dari alat-alat rumah tangga, busana, tempat tinggal dan lain-lain.kecuali harus prajtis digunakan, juga perlu serasi atau enak dilihat, yang berarti memiliki nilai keindahan. 
Suatu karya yang menginginkan nilai keindahan, tentui membututhkan ilmu tata rupa. Rupa, artinya ujud atau visual, yaitu membutuhkan sesuatu yang nampak dapat dilihat mata. Ilmu tata rupa adalah ilmui yang mempelajari cara menata sesuatu yang tampak dilihat mata untuk memperoleh susunan yang artistik atau bernilai keindahan. 
Dasar-dasar tata rupa adalah ilmu dasar dalam mempelajari cara-cara menata unsur-unsur seni rupa atau disebut dasar-dasar merupa untuk memperoleh keindahan. Ilmu ini merupakan ilmu yang sifatnya umum, di mana dapat diterapkan untuk bidang apa saja yang memerlukan keindahan.
Setiap orang perlu mengetahui ilmu tata rupa ini karena sebenarnya setiap orang tentu terlibat sesuatu yang berhubungan dengan keindahan, baik sebagai pengguna maupun pencipta. 
Dalam mempelajari tata rupa, sebaiknya tidak sekedar mengetahui cara-cara menyusun karya seni secara teori saja, tetapi diusahakan dapat menyalurkan pikiran dan perasaan serta menuangkannya menjadi karya seni. Jadi tidak hanya bisa menikmati karya seni tetapi harus dapat menciptakannya.
Tujuan mempelajari dasar-dasar tata rupa /nirmana : 1) untuk melatih kepekaan artistik agar memiliki visi seni tinggi, 2) untuk melatih ketrampilan teknis kesenirupaan, 3) untuk melatih pemahaman bahasa rupa. Mempelajari tata rupa juga dimaksudkan agar seseorang dapat menghargai karya seni orang lain, karena pada dasarnya seni apa saja memili basis yang sama.         

B.     Meningkatkan Nilai Estetik
Untuk meningkatkan nilai estetik, kita perlu mengetahui tentang makna estetika. Abad ke-21 akan membuka cakrawala baru dalam dunia estetika, khususnya proyeksi akan terciptanya ”realitas baru” estetik sebagai akibat dari glonalisasi ekonomi dan informasi. Dalam abad tersebut, ruang estetik dipredeksi akan semakin meluas, objek estetik akan semakin beragam, teknologi estetik akan semakin tinggi, idiom estetik akan semakin terfragmentasi dan bahasa estetik semakin terdiferensiasi. Kondisi tersebut akan semakin meningkatkan ”kompleksitas” dalam dunia estetik (Yasraf Amir Piliang, Realitas Baru Estetik,1997).
Dalam kondisi yang serba rumit tersebut, estetik tetap harus memiliki makna bagi kehidupan umat manusia. Makna dalam lingkup estetika secara konvensional sering dimengerti menjadi tiga kelompok besar, pertama makna psikologis, yaitu upaya untuk meningkatkan kualitas batin manusia, perenungan akan kemahabesaran Tuhan; kedua, makna intrumental, yaitu sebagai bagian manusia dalam menyelenggarakan kehidupan ragawinya melalui ekspresi dalam berkarya atau sertaan dalam benda-benda kebutuhan sehari-hari; ketiga, makna yang dimiliki oleh estetika itu sendiri dalam mewujudkan eksistensinya, yang dipresentasikan dalam pengembangan ilmu, filsafat seni ataupun penyadaran baru. Walaupun demikian, pemaknaan dinilai sebagai suatu cara yang paling objektif untuk memberi arti dalam semua pekerjaan estetik, karena tanpa makna, apapun yang dikerjakan oleh manusia sama dengan ”tiada”. Namun, makna tak selamanya menyertai sebuah karya estetik, hanya dalam hal-hal khusus makna juga secara total hadir dalam karya estetik (Theodor Adorno, Aesthetic Theory, 1986).
Makna dan nilai-nilai tidak dapat dipisahkan, keduanya saling memperkuat yang akan membangun kedayaan suatu karya seni ataupun desain. Fokus utama dalam konteks bahasan adalah bagaimana penafsiran seorang desainer terhadap aspirasi zaman dengan rambu-rambu estetika. Karena begitu beragamnya nilai dan norma yang berlaku dewasa ini dan masa mendatang, pendekatan desain perlu dikembalikan pada konteks budaya, sosial, komersial, industrial, lingkungan, teknologis ( Imam Buchori, Cara Pencapaian Tujuan Pendidikan Dalam Lingkup Pendidikan Seni Rupa, 1991 ).
Pertumbuhan nilai estetik dalam kehidupan sehari-hari secara umum dibangun oleh masyarakat itu sendiri dalam upaya meningkatkan kualitas kebudayaannya. Ada upaya-upaya untuk memberdayakan diri menjadi lebih baik dalam proses penciptaan benda, pemilihan benda, dan juga konsumsi aneka benda.
Peningkatan nilai estetik pada suatu benda tidak lepas dari adanya proses kreasi, apesiasi dan belajar. Pada hakikatnya proses belajar, proses berpikir dan proses kreasi adalah nama yang berbeda bagi proses yang sama yaitu proses imaginasi.
Dilihat dari bentuknya, manusia memiliki tiga bentuk image yaitu image konkret, image abstrak (bahasa), dan pra-image. Setiap sistem indera memiliki pra-image,image konkret, dan image abstrak sendiri. Pra-image adalah image yang kabur, samar, tak jelas bentuknya, tapi ikut membantu kita dalam proses berpikir . Image konkret adalah image yang jelas bentuknya, sedangkan image abstrak adalah image konkret yang telah menjadi bahasa. Proses berpikir manusia selalu memanfaatkan ketiga bentuk image tersebut, bukan hanya karena ketiganya dapat berdampingan pada suatu saat yang sama tapi karena dapat saling memunculkan dan saling melebur satu sama lain. Pertimbangan antara ketiga jenis image, yang muncul pada saat yang sama, akan ikut menentukan sudah sejauh mana tahap proses kreasi pada umumnya, dan kualitas berpikir pada khususnya.
Manusia memiliki tiga kemampuan utama , yaitu kemampuan fisik, kemampuan kreatif, dan kemampuan rasio. Ketiga kemampuan tersebut mulai membentuk limas dengan tiga rusuk yaitu kreatif-perasaan-imaginasi, rasio-imaginasi-gerak dan fisik-gerak-perasaan. Integrasi keseimbangan dinamis dari ketiga rusuk utama disebut dengan intuisi. Kehilangan  kreativitas akan menurunkan intuisi hingga manusia menjadi robot semata, kehilangan rasio akan menurunkan kualitas intuisi hingga manusia hanya menjadi pelamun yang tidak pernah mampu memasuki dunia realita, kehilangan fisik berarti mati. Hal ini berpengaruh terhadap seseorang dalam merancang suatu karya seni.

C.    Konsep Dasar Tata Rupa
Unsur-unsur rupa sebagai bahan merupa, satu sama lain saling berhubungan, sehingga merupakan suatu kesatuan . Hubungan tersebut antara lain: a) benda apa saja di alam ini tentu memiliki bentuk, di mana setiap bentuk tersebut dapat disederhanakan menjadi titik, garis, bidang, dan gampal; b) Setiap bentuk (titik,garis, bidang, dan gampal) mempunyao rayt, ukuran, arah , warna, value, dan tekstur; c) Setiap bentuk selalu dan pasti menempati ruang (dwimatra atau trimatra). Alat menata rupa adalah interval-interval tangga unsur rupa. Interval adalah tingkatan, gradasi, tangga nada (musik). Setiap unsur rupa dapat dibuat interval tangga rupa.
Untuk memperoleh hasil karya seni/ desain yang artistik (bernilai seni) diperlukan metode menata rupa yaitu prinsip- prinsip dasar tata rupa. Membentuk karya seni/desain sama seperti halnya orang yang akan mendirikan bangunan/rumah. Bila seseorang akan mendirikan bangunan/rumah, tentu membutuhkan bahan-bahan. Begitu pula bila seseorang akan menciptakan karya seni, akan membutuhkan bahan-bahan berupa bentuk, raut, ukuran, arah, warna, value/ tone/ nada, tekstur/barik, ruang dan lain-lain.
Namun perlu diperhatikan bahwa karya seni tumbuh dari rasa dan dipengaruhi oleh kepekaan dan visi seni sipencipta, sehingga hasil karya setiap orang berbeda-beda sekalipun metodanya sama, ada yang bernilai seni sedang dan ada yang bernilai seni tinggi.
Karya seni/desain terdiri dari dua dimensi atau dwimatra dan tiga dimensi atau trimatra, namun metoda tata rupanya sama, yang berbeda hanya bahannya. Karya seni dua dimensi menggunakan unsur/media garis hasil goresan, sedangkan karya seni trimatra menggunakan unsur/media garis berwujud kawat, tali, benang, dan sebagainya dalam wujud nyata.
 Dasar-dasar tata rupa mempelajari metoda menata rupa untuk memperoleh keindahan, juga mempelajari bhasa rupa. Unsur-unsur garis, bidang, gempal, warna, value, tekstur dan sebagainya memiliki karakter sendiri-sendiri yang merupakan karya seni / desain., karena dengan landasan bahasa rupa ini si pencipta dapat menyampaikan pesan sesuai denganmisi yang diinginkan. Oleh karena bahasa rupa ini sifatnya universal, maka dengan disertakannya bahasa rupa ini , siapapun yang melihat karya tersebut akan dapat mengerti maksudnya.
Agar memperoleh hasil tata rupa yang lebih optimal, seseorang perlu sekali memahami unsur-unsur rupa secara lebih mendalam.

D.    Desain dan Analisis Unsur Rupa
Desain / merancang adalah suatu proses dari menggabungkan beberapa komponen dengan cara yang berbeda untuk menghasilkan karaya atau efek baru. Langkah-langkah dalam membuat karya seni : 1) muncul ide; 2) memilih bahan dan lain-lain; 3) menyusun; 4) mengolah; 5) membentuk; 6) memecahkan masalah; 7) mewujudkan satu kesatuan yang mengandung nilai rasa (estetik).
Tujuan utama dalam mendesain adalah menghasilkan /menciptakan tata susunan (organisasi). Hal yang berkaitan dengan Desain : ide, fungsi, bentuk, material (bahan), teknik (metode).
Sebelum merancang sebuah karya seni, kita perlu memahami komponen-komponen desain terlebih dahulu. Komponen desain terdiridari unsur-unsur desain dan prinsip-prinsip desain. Yang termasuk ke dalam prinsip-prinsip desain antara lain pengulangan (repetation), gradasi, irama (rhytem), keselarasan, harmony, radiasi, berlawanan (contras), dominasi (dominance), keseimbangan (balance), komposisi dan kejujuran. Sedangkan dalam unsur desain terdapat garis (line), bentuk (shape), volume, warna (color), serta tekstur. Unsur-unsur desain adalah elemen yang digerakkan dengan prinsip-prinsip desain yang akhirnya menjadi satu kesatuan karya. Cara untuk mencapai satu kesatuan dari unsur dan prinsip: 1) satu kesatuan yang ditimbulkan oleh dominasi (ada bagian yang lebih kuat /paling banyak dari yang lain yaitu ukuran, intensitas warna, cara penempatan; 2) satu kesatuan yang ditimbulkan oleh kesamaan bentuk, warna, ukuran, sifat garis, tekstur; 3) satu-kesatuan yang ditimbulkan dengan cara pengumpulan bentuk-bentuk yang berbeda (dari warna maupun bentuk itu sendiri); 4) kesatuan yang ditimbulkan oleh arah memusat seperti spiral, menyebar, keselarasan/ harmony (warna penempatan).
Garis adalah rangkaian/ runtutan titik-titik yang disambung baik terukur maupun tidak. Garis dalam desain memiliki arah, efek psikologis, optical illusion (tipuan mata). Garis terdiri dari garis geometri dan garis ekspresif.
Tekstur adalah unsur rupa yang menunjukan rasa permukaan bahan, yang tidak disengaja atau sengaja dihadirkan dalam sebuah karya. Tekstur terdiri dari tekstur semu
( ketika diraba tidak sesuai dengan apa yang kita ihat) dan tekstur nyata (sesuai dengan apa yang dilihat.
Unsur rupa lain yaitu bidang (geometri, natural, biomorphic), warna, (bersifat tidak absolut).

E.     Nirmana
Nirmana berasal dari dua kata yaitu Nir yang artinya tidak, mana berarti bentuk. Jadi nirmana adalah sesuatu objek yang tidak berbentuk atau  tidak menyerupai apapun. Nirmana terbagi menjadi dua yaitu nirmana trimatra dan nirmana dwimatra.
Dwimatra (dua dimensi) yaitu panjang dan lebar, membentuk bidang papar. Pada bidang papar dapat dibuat markah papar yang dapat dilihat dan tidak mempunyai kedalaman, kecuali kedalaman maya. Dunia dwimatra pada dasarnya ciptaan manusia, seperti menggambar, melukis, mencetak dan mencelup.
Merancang dwimatra ialah menciptakan dunia dwimatra dengan jalan mengatur berbagai macam unsur dengan sadar. Tujuan utamanya mencapai keserasian dan keteraturan rupa, atau membangkitkan keasyikan rupa tertentu.
 Trimatra (tiga dimensi) ialah rangkaian kesatuan ruang yang kita huni dan dapat disentuh serta diraba. Untuk memahami benda trimatra, kita harus melihatnya dari berbagai sudut dan jarak yang berbeda, kemudian hasil penglihatan itu dirakit dalam pikiran agar memperoleh pemahaman yang lengkap tentang kenyataan trimatra.
Merancang trimatra juga bertujuan mencapai keserasian rupa, atau membangkitkan rupa tertentu yang mengasyikan. Hal ini lebih rumit karena berbagai sudut pandang harus dipertimbangkan dengan serempak, pertalian ruang yang rumit ini tidak mudah digambarkan dalam kertas. Dalam merancang lebih mudah karena berurusan dengan bentuk dan bahan yang nyata dalam ruang sebenarnya.
Ada beberapa perbedaan sikap antara cara berpikir trimatra dan dwimatra. Perancang bentuk harus mampu membayangkan keseluruhan bentuk sebuah benda, lalu memutar-mutarnya seolah benda itu ada di tangannya. Tidak boleh membatasi santirnya pada satu atau dua tampak saja, tetapi harus menjelajahi permainan kedalaman dan perurutan rongga, dampak pukal, dan khuluk bahan yang berlainan.
 Untuk memulai berpikir trimatra, pertama-tama kita harus mengetahui tiga arah utama yakni panjang, lebar, dan tinggi sehingga kita harus mengukur benda itu ke arah tegak, lintang, dan bujur.

F.     Kesimpulan
Penerapan estetika dalam merancang karya seni sangat diperlukan agar dapat tercipta sebuah karya yang baik. Penilaian estetika setiap orang terhadap suatu karya seni berbeda-beda sesuai dengan pengalaman estetis yang pernah mereka lakukan.
Kita dapat meningkatkan nilai estetik dengan menaikan kualitas intuisi kita sehingga membentuk suatu karya yang berkualitas dan tidak hanya asal-asalan.  

DAFTAR PUSTAKA

Sachari, Agus. 2002. Estetika. Bandung: ITB.
Primadi. 2000. Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar . Bandung: ITB.
Wucius Wong.1989. Principal of Three Dimensional Design. Banding: ITB.
Ebdi Sanyoto, Sadjiman. 2005. Dasar- Dasar Tata Rupa dan Desain dalam Nirmana. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.

No comments:

Post a Comment